Tuesday, November 15, 2011

La Galigo Karya Sastra Terpanjang di Dunia

Artikel di koran Fajar

        Sebagai seseorang yang memiliki darah Bugis, saya merasa bangga ketika mengetahui’ La Galigo’ adalah karya sastra terpanjang di dunia. Seorang ilmuwan Belanda bernama R. A. Kern menyatakan hal itu dalam bukunya Catalogus van de Boegineesche tot de I La Galigocyclus Behoorende Handschriften der Leidsche Universiteitbibliotheek yang diterbitkan oleh Universiteitbibliotheek Leiden (1939: 1). Ia menempatkan La Galigo sebagai karya sastra terpanjang dan terbesar di dunia, setaraf dengan kitab Mahabharata dan Ramayana dari India, serta sajak-sajak Homerus dari Yunani.
            Sejarawan dan ilmuwan Belanda lainnya, Sirtjof Koolhof berpendapat bahwa kitab La Galigo memiliki panjang melebihi 300.000 baris, melampaui epos Mahabharata yang memiliki 160.000 – 200.000 baris. Pendapat mereka sudah tentu didasarkan oleh 12 jilid naskah La Galigo yang kini berada di perpustakaan Universitas Leiden Belanda.

            Sebuah kekaguman melengkapi kebanggan saya terhadap La Galigo yang merupakan kumpulan tradisi lisan masyarakat Bugis yang sudah mengakar secara turun-temurun ini saat mengetahui ia ditulis oleh seorang perempuan bernama Colliq Pujie Arung Pancana Toa pada abad ke-19 atas permintaan B. F. Matthes (1818 – 1908). B. F. Matthes adalah seorang missionaris Belanda yang pernah bertugas di Sulawesi.
Dul Abdul Rahman,
penulis novel La Galigo
            La Galigo sudah pernah ditansliterasikan[i] oleh beberapa ‘pejuang La Galigo’ seperti Muhammad Salim, M. Johan Nyompa, Prof. Fahruddin Ambo Enre (alm), dan Nurhayati Rahman. Dan insya Allah tak lama lagi bisa diperoleh bentuk novelnya. Seorang sastrawan dan peneliti budaya bernama Dul Abdul Rahman telah menjawab tantangan sebuah penerbit dari Yogya (Diva Press)[ii] untuk menulisnya dalam bentuk novel.
            Sebuah perjalanan panjang dilalui oleh La Galigo. Meski lahir di tanah Bugis, ia besar di negeri Belanda. Kitab ini menjadi primadona bagi mahasiswa Belanda yang melakukan riset sastra dan budaya untuk meraih gelar magister dan doktor. PBB, melalui UNESCO pun memberikan perhatian khusus kepada karya sastra ini dengan memberikan anugerah Memory of the World (MOW) dan menetapkannya sebagai warisan dunia pada tahun 2011 ini.
            Tinggal tunggu novel La Galigo ini beredar agar para pemuda di Sulawesi Selatan pada umumnya dan pemuda Bugis pada khususnya mampu menghargai dan lebih mengeksplorasi warisan dunia yang patut dibanggakan ini. Salut kepada bapak Dul Abdul Rahman. Semoga ridha Allah bersama Anda.

Makassar, 16 November 2011

Disarikan dari sebuah artikel berjudul “Benarkah La Galigo Karya Sastra Terpanjang di Dunia?”, di koran Fajar pada hari Ahad, 6 November 2011 yang ditulis oleh bapak Dul Abdul Rahman, seorang sastrawan dan peneliti Budaya asal Sulawesi Selatan. Saya menuliskannya kembali untuk lebih menyebarkan kabar gembira ini agar lebih diketahui secara lebih meluas oleh khalayak sebagai bentuk penghargaan, kekaguman, dan rasa bangga saya kepada Colliq Pujie Arung Pancana Toa dan bapak Dul Abdul Rahman.



[i] Transliterasi (berdasarkan KBBI) : penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain
[ii] Penerbit ini telah berhasil mempopulerkan ‘Serat Centhini’, sebuah karya sastra klasik Jawa dalam bentuk novel. Serat Centhini disebut sebagai sastra ‘kanon’. Serat  Centhini ini sudah dialihperanciskan oleh Elizabeth D. Inandiak, yang kemudian diindonesiakan kembali dari versi Perancis.

No comments:

Post a Comment