Hari itu, 25 Januari 2011.
Papa belum pulang karena masih ada urusan yang belum selesai sementara jarum jam sudah menunjuk pukul 11.30, Affiq sudah harus ke sekolah. Saya minta tolong ato’ mengantarkan Affiq ke sekolah. Ato’ (kakek Affiq) pun bersiap-siap hendak mengantarkan Affiq dengan motor vespa hijaunya.
Saya bersama Athifah keluar sebentar, ke warung sebelah. Pulangnya, Affiq sudah nangkring di jok belakang vespa yang sedang on mesinnya. Ato’ sedang masuk ke dalam rumah, mungkin ia melupakan sesuatu. Firasat saya mengatakan, saya harus berjaga-jaga di dekat Affiq. Affiq sedang cengar-cengir antusias saat saya dan Athifah mendekat. Ia memancing adiknya supaya memegang setir vespa yang sedang bergetar. “Jangan”, kata saya. Eeee, hanya sepersekian detik kemudian tangannya sudah memegang setir dan memasukkan perseneling. Untung saja ia tidak menekannya kuat-kuat. Dan untung saja lompatan vespa itu membuatnya melepas kopling. Alhamdulillah vespa itu bergerak miring, pelan, ke arah saya yang sedang berjaga-jaga di sebelah kanannya, hendak jatuh. Beruntung saya bisa menahannya. Dua orang ibu, Hj. Ipa dan H. Asni - tetangga depan rumah kontan berteriak, terkejut, “Untung ada Mamamu ...”, kata ibu Hj. Ipa. Affiq pucat, senyuman yang sedari tadi tersungging berganti dengan mimik kaget. Ato’ berlari keluar rumah dan mengambil alih motornya. Ato’ berkata, “Ato’ sudah bilang jangan pegang-pegang!”. Untung saja oma tidak melihat kejadian itu, kalau oma lihat pasti ia histeris.
Alhamdulillah... Allah membantu. Bagaimana kalau vespa itu terbang, bukannya lompat? Bagaimana kalau kakinya tertindih motor itu? Iiiii ... seram. Beberapa hari kemudian saya tanya Affiq, “Bagaimana, masih mau pegang-pegang motor yang lagi menyala mesinnya?”. Affiq hanya diam saja. Mudah-mudahan ia kapok.
No comments:
Post a Comment