Tuesday, November 15, 2011

Difabilitas: Allah Melebihkan Mereka!

Saya yakin, orang-orang yang pada diri fisik mereka Allah titipkan sebuah kekurangan (penyandang difabilitas), mempunyai kelebihan yang bisa saja mustahil bisa dimiliki oleh orang-orang yang diberi fisik lengkap nan sempurna.
            Saya pernah membuat tulisan tentang salah seorang dari mereka, yaitu bapak tua La Toli dari kampung Malimpung yang meski kelihatan penglihatannya sejak kecil, mampu bertindak seperti ahli fisioterapi. Ia menangani ibu mertua saya yang jatuh dari ketinggian 3 meter. Ia memijat ibu mertua saya hingga ibu mertua saya merasa fisiknya tak berkekurangan.
            Ia bisa melalui jalan-jalan kampung tanpa menggunakan tongkat tetapi dengan lancar, seolah ia bisa memindai aroma melalui hidungnya dan melalui kulitnya. Kisah lengkapnya baca di sini. Betul-betul kebesaran Allah terpatri di dirinya, Allah mengajarinya melalui alam sehingga ia mengalami kemampuan itu.

            Ada pula sepupu saya, ia penyandang difabilitas, kategori tuna grahita. Usianya sudah kepala empat tetapi ia masih seperti anak-anak. Namun shalat lima waktunya selalu ia usahakan lengkap. Ia sangat tahu waktu-waktu shalat. Ia pergi ke masjid jika masjid dekat dengan tempat ia berada. Dulu ia ikut ‘bekerja’ di sebuah kantor pemerintah. Ia memang bukan tercatat sebagai pegawai resmi tetapi bupati memberinya keleluasaan di sana sebagai pesuruh kantor.
            Saat gajian ia pun menerima tip dari para pegawai di sana. Dalam pandangan masyarakat, ia terkadang menjadi bahan lelucon, ada orang-orang yang senang mengambil duitnya, menukarnya dengan pecahan yang lebih kecil. Misalnya pecahan Rp. 20.000 menjadi Rp. 1.000. Namun ada pula yang menaruh sayang dan iba padanya. Ia yang selalu tahu jadwal pesta masyarakat di kota kabupaten itu, diberi tip jika membantu-bantu mereka menyelenggarakan pesta. Uang yang diperolehnya disisihkannya untuk ibunya, juga untuk keponakan-keponakannya.
            Ia pernah hilang selama tiga hari. Rupanya ia – entah bagaimana caranya, tiba di kabupaten lain yang berjarak hampir dua ratus kilometer dari kota tempat tinggalnya. Sungguh kuasa Allah ia ditemukan kembali.
        Ada pula seorang sepupu saya penyandang difabilitas – tuna rungu sejak bayi. Namun Allah memberinya banyak kelebihan. Ia cerdas. Walau tinggal di kota Watan Soppeng ibukota kabupaten Soppeng yang berbahasa daerah Bugis sehari-harinya, ia bisa berkomunikasi dengan saya dalam bahasa Indonesia. Ia mengerti apa yang saya katakan dengan memperhatikan gerak bibir saya.
          Sekarang usianya sudah kepala tiga. Ia belum menikah tapi memiliki jiwa entrepreneur yang tinggi. Setiap hari ia membuat aneka penganan dan menitip-jual di toko-toko. Ia pun menerima pesanan. Uang hasil jualan ia tabung di bank. Ia punya cita-cita ingin naik haji. Ia juga pandai mengurus keponakan-keponakannya, dan pandai mengurus rumah. Kelihatannya tak ada masalah baginya dalam bermasyarakat karena sudah bertahun-tahun lamanya usahanya berjalan lancar.
            Sepupu saya yang ini sangat tahu keterbatasannya. Ia tahu tak seperti kita yang bisa mendengar dan berbicara dengan normal. Dukungan masyarakat yang inklusi di sekelilingnya membuatnya kreatif, belajar meraih nilai-nilai yang ada dalam hubungan sosial tanpa membedakan latar belakang dan kemampuan, menghargai perbedaan sebagai sesuatu yang wajar, belajar menghargai diri sendiri dan orang lain, dan mengembangkan kecakapan berkomunikasi dengan produktif mempersiapkan kehidupan mereka yang lebih baik. Persis seperti yang dipaparkan dalam sebuah artikel yang diulas oleh Kartunet.
         Ini bukti bahwa dukungan masyarakat yang inklusi dapat membantu seorang penyandang difabilitas mampu bersaing dalam berkehidupan. Dukungan media tentu akan sangat membantu terciptanya masyarakat inklusi yang lebih menyeluruh. Besar harapan saya melalui kontes semacam ini para blogger mampu berkiprah dalam membuka wawasan masyarakat kita agar semua penyandang difabilitas mampu meraih kehidupan yang layak, sama seperti saudara-saudaranya yang lain.

Makassar, 15 November 2011


Tulisan ini dibuat untuk diikutkan lomba penulisan blog dengan tema khusus mengenai DIFABILITAS yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Bengawan




***


Alhamdulillah, tulisan ini terpilih menjadi pemenang 3 pada lomba yang diadakan oleh Komunitas Blogger Bengawan, Solo. Terimakasih atas apresiasi juri. Semoga ajang ini beserta tulisan-tulisan yang berpartisipasi di dalamnya beroleh berkah dari Allah SWT sehingga bermanfaat  buat para penulisnya dan bagi orang banyak.


Pengumuman pemenang ada di link:
http://bengawan.org/2011/12/dua-lomba-blogging-bengawan/comment-page-1/#comment-3437

Berikut cuplikan screen shot-nya:


Makassar, 13 Januari 2012


Baca juga artikel:

No comments:

Post a Comment