Siang itu Affiq jatuh dari sepeda. Ia bersama tiga orang kawannya mengendarai dua buah sepeda. Sepeda yang dikendarainya jatuh.
Ia duduk di rumah kawannya – si empunya sepeda.
Ia memeluk lutut dan kelihatan sedang menahan sakit. Dari dagunya keluar darah yang mengalir tersendat-sendat. Untungnya di rumah itu ada obat merah, jadi lukanya cepat diobati oleh empunya rumah.
Selain di dagu, ada luka pula di siku kanannya.
Mama menginterogasi Alif yang memboncengkan Affiq, “Bagaimana kejadiannya?”
Alif menjawab dengan takut-takut, “Affiq tadi suruh ki’ cepat-cepat.”
Maksudnya, Affiq yang memintanya untuk mengayuhkan sepeda dengan laju.
Haduh, ada-ada saja. Ia dan Alif sama-sama baru bisa naik sepeda beroda dua. Dan ia minta Alif mengemudikan sepeda dengan kencang?
Mama berseru kepada Affiq, “Affiq, orang naik sepeda itu harus hati-hati. Pelan-pelan, tidak boleh cepat-cepat. Untung tidak ada mobil yang lindas Kamu!”
Affiq diam.
Mama bertanya, “Masih mau naik sepeda dengn kencang?”
Affiq menggeleng.
Alhamdulillah, syukur pada Allah tidak ada mobil yang melindas Affiq padahal jalanan yang dilalui Affiq dan kawan-kawannya tergolong agak ramai. Syukurnya lagi, engselnya tidak ‘lepas’ saat terjatuh. Betul-betul Allah masih menjaganya. Mama berharap Affiq bisa mendapatkan hikmah dari kejadian ini. Meski celaka, setidaknya ia mendapatkan pelajaran berharga.
Makassar, 12 November 2011
Saat mama mengulangi pertanyaan, “Masih mau naik sepeda kencang?” dengan mantap Affiq menjawab “Tidak”. Oh Nak, seandainya kamu tak perlu jatuh untuk belajar – mama sangat berharap itu. Tetapi jika kamu harus terjatuh supaya bisa belajar, apa boleh buat. Kita sikapi saja dengan baik kejadian itu.
No comments:
Post a Comment