Paket buku yang saya nanti-nanti |
Beberapa kali dikecewakan olah jasa PT. Pos Indonesia membuat saya tidak begitu respek dengan perusahaan ini. Baru-baru ini saya menunggu paket dari sebuah penerbitan di Demak, yang satunya dikirim ke Bontang – ke alamat adik saya, yang satunya lagi ke rumah saya. Yang ke Bontang tiba dengan selamat selang empat hari kemudian. Yang ke Makassar, hingga satu minggu lebih belum juga tiba.
Hendak ke kantor pos besar kejauhan untuk pergi sendiri. Suami saya sedang berada di luar kota. Seandainya ia ada, bisa saya mintai tolong untuk mengecekkan paket itu. Saya lalu browsing web site resmi PT. POS, di situ ada form pengaduan, “Mudah-mudahan bisa melalui dunia maya, lalu diproses di kantor pos Makassar sehingga saya tak perlu ke kantor pos besar,” harap saya dalam hati.
Saya pun mengisi form dan submit. Dua hari kemudian (tanggal 26 Oktober 2011) , datang balasan e-mail dari PT. Pos Indonesia, menyatakan:
Selamat siang, semoga kesuksesan dan kebahagiaan selalu menyertai Anda dan keluarga. Menanggapi pertanyaan melalui Web Pos Indonesia On Line, mengenai kiriman 11951461036.
Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, kami akan menyampaikan kepada bagian terkait untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Setelah mendapat informasi lanjut, kami akan mengabarkannya kepada anda :)
Demikian Informasi yang dapat kami sampaikan. Terima kasih sudah menggunakan Jasa Pos Indonesia.
Saya melakukan gerakan dua jalur untuk memperjuangkan ‘hak’ saya. Selain via form ‘keluhan pelanggan’ di web site PT.Pos, saya juga meminta nomor HP seorang pegawai pos yang baik hati dari seorang kawan (bu Harlis Setyowati). Kawan saya ini pernah memuji tentang kinerja seorang pegawai PT. Pos melalui tulisan di note FB-nya. Berawal dari pengantaran barang oleh pegawai bernama pak Ibnu yang cepat tibanya, kawan saya meminta nomor HP pak Ibnu in case sesuatu terjadi besok-besok hari dan ia membutuhkan bantuan pak Ibnu.
Beberapa lama kemudian, kawan saya ini mendapatkan masalah, paket yang dinantinya hingga dua minggu tak kunjung datang. Setelah mengecek di web site dan si pengirim barang, ia pun menghubungi pak Ibnu. Pak Ibnu dengan sigap membantu mengecekkan jejak si paket. Paket ini rupanya nyasar ke kantor pos lain tetapi pak Ibnu berjanji untuk membantu menguruskannya hingga sampai ke tangan kawan saya. Begitulah .. singkat cerita, berkat pak Ibnu, paket itu akhirnya tiba juga di rumah kawan saya tiga minggu setelah pengiriman.
Kawan saya sangat terkesan dengan kesigapan dan perhatian darii pak Ibnu ini. Pak Ibnu bahkan mengirimkan SMS meminta maaf atas ketidaknyamanan kawan saya terkait pelayanan PT. Pos dan meminta kawan saya tak kapok menggunakan jasa PT. Pos. Di bagian akhir tulisannya, kawan saya menulis:
Aku sungguh terharu. Terus terang, siapalah mas Ibnu ini. Hanya pengantar paket dan surat. Tapi kesediaannya membantu sungguh kuhargai. Dia berempati atas kejadian yang menimpaku, dan membantu dengan segala upaya yang dia bisa lakukan. Caranya menyelesaikan masalah hampir sama seperti layaknya dia seorang manajer teladan yang mendapat komplain dari pelanggan. Mas Ibnu ini bisa saja mengacuhkan,toh aku bisa melacak kiriman dari web yang tiap hari on line. Tapi,sungguh karyawan seperti mas Ibnu ini patut diteladani. Siapalah dia, yang meminta maaf atas nama perusahaan tempatnya bekerja.Kemudian sekaligus mempromosikannya dan berharap tak kapok menggunakan jasa perusahaannya kembali. Patutlah ia menjadi karyawan yang diteladani.
Masih adakah orang-orang seperti mas Ibnu ini di sekitar kita,teman?
Mengingat apresiasi kawan saya terhadap pak Ibnu, saya pun mencoba menghubungi pak Ibnu, mengharap belas kasihnya untuk membantu saya. Hari Juma’at itu kira-kira ada sepuluh kali miss call dari nomor saya ke nomor pak Ibnu. Dengan gigihnya, saya mencoba terus hingga lepas waktu shalat Jum’at dan alhamdulillah ... akhirnya ada balasan berupa permintaan menelepon dari nomor yang bersangkutan.
“Wa ‘alaikum salam,” suara seorang perempuan menjawab salam saya. Lho perempuan?
“Maaf, Bu, apa benar ini nomor pak Ibnu, pegawai Pos?” tanya saya sopan.
“Iya betul, dia lupa membawa HP-nya Bu. Ada apa? Nanti saya sampaikan kepadanya,” balas perempuan itu tak kalah sopannya.
“Oh, nanti Saya SMS ya Bu, ada yang ingin saya minta tolong dari pak Ibnu,” jawab saya. Saya pun menutup perbincangan singkat itu dengan salam dan segera mengetikkan SMS mengenai permasalahan saya. Tak lupa saya tuliskan nomor resi dari paket saya.
Sore harinya, ada permintaan menelepon dari nomor yang sama. Saya pun menelepon balik.
“Wa ‘alaikum salam, saya Ibnu,” suara seorang lelaki memperkenalkan diri. Wah, rupanya istrinya yang baik hati itu sudah menceritakan tentang saya kepadanya.
“Apa yang bisa saya bantukan ki’?” maksudnya, ia bertanya apa yang bisa ia bantu.
Saya menceritakan kembali permasalahan saya dengan paket yang tak kunjung tiba itu.
“Sebenarnya daerah rumah Ibu bukan wilayah tugas Saya. Tapi nda apa-apa ji, nanti saya antarkan,” tawar pak Ibnu. Wow .. betul kata kawan saya, pegawai Pos ini memang sangat perhatian.
Saya menjadi tidak enak hati. Awalnya saya berpikir pak Ibnu ini bagian ‘keluhan pelanggan’ di kantor Pos besar, tetapi dari tanggapannya sepertinya ia petugas pengantar pos wilayah Antang/sekitarnya (daerah tempat tinggal kawan saya) yang letaknya lumayan jauh dari rumah saya.
“Kalau bukan wilayah ta’, Pak jangan mi kita’ yang antar ki. Tolong maki’ cekkan saja paketku dan tolong sampaikan ke petugas pengantarnya supaya diantarkan kembali. Tolong sampaikan, rumah Saya dekat sekali dengan masjid Bani Haji Adam Taba’. Kalau petugas yang lama, biarpun tidak lengkap ki alamat rumahku – malah pernah tidak ditulis sama sekali, kirimanku selalu ji tiba di rumah. Barangkali diganti mi petugasnya di’?” (saya mengharap ia mengecekkan saja nasib paket saya, tak perlu mengantarkan ke rumah kalau daerah rumah saya bukan wilayah kerjanya).
“Iya Bu, nanti Saya kabari ki’. Iya, memang banyak penggantian pegawai pengantar pos”
Percakapan kami pun putus.
Keesokan harinya, lepas duhur pak Ibnu menelepon dari nomor CDMA ke nomor GSM saya. Wow, ia rela memakai pulsa CDMA-nya sendiri untuk menghubungi nomor saya? Tarifnya kan jadi lebih mahal dibanding jika ia menghubungi dari nomor GSM-nya yang se-operator dengan nomor GSM saya?
Ia menanyakan dengan detil letak rumah saya. Kelihatannya ia cukup kenal daerah rumah saya karena ia cepat paham dengan gambaran yang saya berikan.
“Sebentar pi Saya antarkan paket ta’, Bu.”
Wah, baik benar si bapak ini. Ia sendiri yang akan mengantarkan ke rumah paket itu.
“Terimakasih, Pak,” sambut saya sukacita.
Sore harinya masuk SMS dari pak Ibnu: ‘Mohon maaf Bu. Barang ibu ada di mobil paket dan sampai sekarang mobilnya belum tiba. Hari Senin baru bisa saya antarkan ki’ ... ‘
Saya semakin terharu akan kepedulian pak Ibnu. “Tidak apa-apa, Pak. Terimakasih,” jawab saya.
Hari Senin, menjelang ashar pak Ibnu menelepon lagi, memperjelas letak rumah. Dengan cepat ia tiba di depan rumah kami. Saya dan suami (suami saya sudah pulang dari luar kota) – kami menemuinya, menandatangani tanda terima dan berbincang sejenak. Saya memberikan beberapa buah mangga manalagi – kiriman ibu mertua dari Pare Pare kepadanya dan berkata, “Untuk istrinya, Pak.” Pak Ibnu tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Saya mengucapkan sekali lagi ucapan, “Terimakasih,” sebelum ia berlalu.
Saya memperhatikan tulisan yang tertera pada paket dengan seksama. Tidak ada kesalahan. Alamat yang tertera sudah tepat. Nomor HP saya yang tertera di situ pun sudah tepat. Tapi sudahlah yang penting paket itu sudah tiba di tangan saya.
Tak terhingga sebenarnya rasa terimakasih saya kepada pak Ibnu, sosok pegawai yang sangat peduli masalah saya. Tak mungkin bisa dibayar dengan beberapa buah mangga yang saya berikan itu. Ia dengan ringan tangan membantu mengantarkan paket ke rumah saya yang sebenarnya bukan wilayah kerjanya. Ia bisa saja bersikap tak peduli dan sok sibuk, tetapi itu tak dilakukannya. Untuk sosok seperti ini, hanya Allah-lah yang bisa membalasnya dengan kebaikan yang berlipat. Dan akhirnya, saya ingin mengulang kata-kata kawan saya di bagian akhir tulisannya : “Masih adakah orang-orang seperti mas Ibnu ini di sekitar kita,teman?”
Makassar, 1 November 2011
Special thanks to:
Mak Harlis Setyowati (utk pemberian nomor HP pak Ibnu, sehingga saya mengenal pak Ibnu kemudian menuliskannya di blog saya).
Maknya Dhia Nisa (mak Haziah), untuk kesediaannya menowelkan si mak Harlis yang jarang onlen.
Baca juga tulisan saya:
No comments:
Post a Comment