Cerita Pertama
Dua hari lalu saya sempet minta dikerok oleh istri karena kykna sudah kemasukan angin.
Keesokan harinya saya pergi ke dokter untuk periksa. Sekonyong-konyong ketika melihat punggung saya dia bertanya "kamu habis disiksa?". Mwahahaha... saya maklum saja kalau orang Jerman ngga tau namanya kerokan dikiranya *S&M lagi ye. Setelah saya jelaskan dia cukup mengerti walaupun masih bingung dengan konsep "masuk angin" dan "mengeluarkan angin".
Ya wis hati-hati saja kalau kerokan di luar negeri, salah-salah bisa jadi masalah oleh orang setempat.
*S&M = Suatu kelainan dalam hubungan badan dengan saling menyakiti pasangan, atau menyakiti diri sendiri sebelum/saat berhubungan badan
sumber : ibrani.multiply
Cerita Kedua
Beliau cerita kalau ada rekannya (anonim aja ya..) yang meninggal di salah satu kota di Jepang. Waktu itu dibawa ke sebuah Rumah Sakit di Jepang, dan terjadi sedikit masalah. Ketika diperiksa ternyata di punggung jenazahnya (maaf bgt …) terdapat bekas kerokan. Dokter di RS tsb langsung menghubungi polisi, karena bekas kerokan tsb dianggap sebagai luka bekas kekerasan seperti bekas cambukan. Dicarilah orang yang melakukan kerokan tsb, pastinya orang Indonesia juga. Dia diminta keterangan tentang kerokan tsb, tentunya dia jawab kalau kerokan adalah hal yang lumrah di Indonesia. Polisi tsb masih tidak percaya, dan dipanggillah semacam Konsulat Jenderal disana untuk menjelaskan kerokan tersebut. Dan akhirnya setelah 4 hari dan berkat bantuan Prof Jepang yang sering ke Indonesia berakhirlah masalah tersebut. Intinya Beliau berpesan supaya hati-hati kalau mau melakukan aktifitas kerokan.
Hikmahnya,
Hati-hati kalau mau dikerok atau mengerok di luar negeri, apalagi di musim dingin …
sumber : itk31.wordpress.com
Cerita Ketiga
Ini yg aku rasakan kalau pas badan lagi pegel2.....kangen kerokan mama dan pijatan tukang pijat langganan..pak Harno.
Halah...pernah kerokan sendiri, cuman dipundak. Suami malah panik, kirain kulitku rush...nyaris digeret ke hospital. Udah gitu ngejelasin ritual kerokan dalam bahasa Inggris tuh agak2 sulit lo.
Lain cerita tapi masih satu sumber (melanjutkan obrolan diatas karena sumbernya dari forum) jadi saya gabung saja di cerita ketiga
jd inget cerita temen ,dia abis kerokan sendiri,suaminya ketakutan,dia bilang "jangan jalan dulu sama saya nanti org kira,saya ngelakuin *pysical abused..."emang kalo suami org asing susah jelasinnya...kalo aku dah jelasin dr awal en ngajarin ke hubby supaya bisa ngerok,kalo dia masuk angin juga aku kerokin..dia bilang wah mang enakan..budaya ngerok mang gak bs ditinggalin deh..
*pysical abused = kekerasan fisik
sumber : forum.detik.com
Cerita Keempat
Kejadian ini terjadi di Ruwais, Uni Emirat Arab beberapa waktu yang lalu dan tersebar di beberapa mailing list (milis).
Alkisah, seorang ibu Indonesia yang bermukim di Ruwais mengantarkan anaknya berobat, karena sakit demam. Ketika sampai di rumah sakit, sang dokter begitu terkejut ketika melihat sekujur tubuhnya bergaris-garis merah seperti kena cambukan.
Dengan keterbatasan bahasa Inggris yang dipunyai sang ibu, dia berusaha menjelaskan kenapa ada garis-garis merah di seluruh tubuh sang anak. tetapi sang dokter tidak percaya bahkan semakin curiga ada unsur penyiksaan dan bahaya dalam kasus ini. Apalagi setelah sang anak menjawab “Yes” ketika ditanya “did your mother hit you?”
Tidak ada ampun, dokter itupun segera melaporkan ibu ini kepada polisi Ruwais. Masalah kemudian bertambah ruwet dan meluas, ketika sang ayah pun dipanggil ke kantor polisi.
Investigasi sektoral dilakukan marathon kepada keluarga Indonesia ini. Tidak bisa dibayangkan seharian harus berurusan dengan polisi, hanya gara-gara”kerokan”. Dan polisi tidak akan melepas status mereka sebelum sang dokter mencabut pengaduannya.
Cerita beberapa jam berikutnya di RS, sang dokter tersebut menerima lagi pasien anak Indonesia dengan penyakit yang sama, yaitu : flu, demam dan sakit kepala. Saat diperiksa, betapa terkejutnya sang dokter ketika melihat garis-garis merah yang serupa dengan anak Indonesia yang diperkarakan sebelumnya. Terjadi tanya jawab yang agak lepas antara ibu sang pasien dengan sang dokter.
Dokter akhirnya memaklumi dan menyimpulkan bahwa “kerokan” adalah pengobatan tradisional ala Indonesia. Dia berpesan kepada sang ibu untuk tidak melakukannya lagi karena alasan berbahaya.
Memang bagi sebagian dokter yang tidak paham seperti dokter di Ruwais tadi, akan menganggap bahwa kerokan berbahaya karena menyakiti tubuh. Tapi, tengoklah apa yang dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama dari etnis Jawa ketika mereka demam; mengambil uang koin lima ratus/ seratus perak lalu minyak kelapa dan balsem dan minta dikeroki. Saya sendiri pun sering minta kerok jika sedang tidak enak badan. Dengan demikian, kerokan dapat dianggap sebagai terapi yang mengakar dan membudaya.
sumber : nicopoundra.com
Cerita Kelimax ups Kelima (Cerita Terakhir yang Saya Dapat dan Paling Kocak)
Berhubung sebelumnya harus bersiap siaga untuk ngakak, maka saya umpetin dulu hehehe, jika sudah siap silahkan klik tombol dibawah ini :
Dua hari lalu saya sempet minta dikerok oleh istri karena kykna sudah kemasukan angin.
Keesokan harinya saya pergi ke dokter untuk periksa. Sekonyong-konyong ketika melihat punggung saya dia bertanya "kamu habis disiksa?". Mwahahaha... saya maklum saja kalau orang Jerman ngga tau namanya kerokan dikiranya *S&M lagi ye. Setelah saya jelaskan dia cukup mengerti walaupun masih bingung dengan konsep "masuk angin" dan "mengeluarkan angin".
Ya wis hati-hati saja kalau kerokan di luar negeri, salah-salah bisa jadi masalah oleh orang setempat.
*S&M = Suatu kelainan dalam hubungan badan dengan saling menyakiti pasangan, atau menyakiti diri sendiri sebelum/saat berhubungan badan
sumber : ibrani.multiply
Cerita Kedua
Beliau cerita kalau ada rekannya (anonim aja ya..) yang meninggal di salah satu kota di Jepang. Waktu itu dibawa ke sebuah Rumah Sakit di Jepang, dan terjadi sedikit masalah. Ketika diperiksa ternyata di punggung jenazahnya (maaf bgt …) terdapat bekas kerokan. Dokter di RS tsb langsung menghubungi polisi, karena bekas kerokan tsb dianggap sebagai luka bekas kekerasan seperti bekas cambukan. Dicarilah orang yang melakukan kerokan tsb, pastinya orang Indonesia juga. Dia diminta keterangan tentang kerokan tsb, tentunya dia jawab kalau kerokan adalah hal yang lumrah di Indonesia. Polisi tsb masih tidak percaya, dan dipanggillah semacam Konsulat Jenderal disana untuk menjelaskan kerokan tersebut. Dan akhirnya setelah 4 hari dan berkat bantuan Prof Jepang yang sering ke Indonesia berakhirlah masalah tersebut. Intinya Beliau berpesan supaya hati-hati kalau mau melakukan aktifitas kerokan.
Hikmahnya,
Hati-hati kalau mau dikerok atau mengerok di luar negeri, apalagi di musim dingin …
sumber : itk31.wordpress.com
Cerita Ketiga
Ini yg aku rasakan kalau pas badan lagi pegel2.....kangen kerokan mama dan pijatan tukang pijat langganan..pak Harno.
Halah...pernah kerokan sendiri, cuman dipundak. Suami malah panik, kirain kulitku rush...nyaris digeret ke hospital. Udah gitu ngejelasin ritual kerokan dalam bahasa Inggris tuh agak2 sulit lo.
Lain cerita tapi masih satu sumber (melanjutkan obrolan diatas karena sumbernya dari forum) jadi saya gabung saja di cerita ketiga
jd inget cerita temen ,dia abis kerokan sendiri,suaminya ketakutan,dia bilang "jangan jalan dulu sama saya nanti org kira,saya ngelakuin *pysical abused..."emang kalo suami org asing susah jelasinnya...kalo aku dah jelasin dr awal en ngajarin ke hubby supaya bisa ngerok,kalo dia masuk angin juga aku kerokin..dia bilang wah mang enakan..budaya ngerok mang gak bs ditinggalin deh..
*pysical abused = kekerasan fisik
sumber : forum.detik.com
Cerita Keempat
Kejadian ini terjadi di Ruwais, Uni Emirat Arab beberapa waktu yang lalu dan tersebar di beberapa mailing list (milis).
Alkisah, seorang ibu Indonesia yang bermukim di Ruwais mengantarkan anaknya berobat, karena sakit demam. Ketika sampai di rumah sakit, sang dokter begitu terkejut ketika melihat sekujur tubuhnya bergaris-garis merah seperti kena cambukan.
Dengan keterbatasan bahasa Inggris yang dipunyai sang ibu, dia berusaha menjelaskan kenapa ada garis-garis merah di seluruh tubuh sang anak. tetapi sang dokter tidak percaya bahkan semakin curiga ada unsur penyiksaan dan bahaya dalam kasus ini. Apalagi setelah sang anak menjawab “Yes” ketika ditanya “did your mother hit you?”
Tidak ada ampun, dokter itupun segera melaporkan ibu ini kepada polisi Ruwais. Masalah kemudian bertambah ruwet dan meluas, ketika sang ayah pun dipanggil ke kantor polisi.
Investigasi sektoral dilakukan marathon kepada keluarga Indonesia ini. Tidak bisa dibayangkan seharian harus berurusan dengan polisi, hanya gara-gara”kerokan”. Dan polisi tidak akan melepas status mereka sebelum sang dokter mencabut pengaduannya.
Cerita beberapa jam berikutnya di RS, sang dokter tersebut menerima lagi pasien anak Indonesia dengan penyakit yang sama, yaitu : flu, demam dan sakit kepala. Saat diperiksa, betapa terkejutnya sang dokter ketika melihat garis-garis merah yang serupa dengan anak Indonesia yang diperkarakan sebelumnya. Terjadi tanya jawab yang agak lepas antara ibu sang pasien dengan sang dokter.
Dokter akhirnya memaklumi dan menyimpulkan bahwa “kerokan” adalah pengobatan tradisional ala Indonesia. Dia berpesan kepada sang ibu untuk tidak melakukannya lagi karena alasan berbahaya.
Memang bagi sebagian dokter yang tidak paham seperti dokter di Ruwais tadi, akan menganggap bahwa kerokan berbahaya karena menyakiti tubuh. Tapi, tengoklah apa yang dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama dari etnis Jawa ketika mereka demam; mengambil uang koin lima ratus/ seratus perak lalu minyak kelapa dan balsem dan minta dikeroki. Saya sendiri pun sering minta kerok jika sedang tidak enak badan. Dengan demikian, kerokan dapat dianggap sebagai terapi yang mengakar dan membudaya.
sumber : nicopoundra.com
Cerita Kelimax ups Kelima (Cerita Terakhir yang Saya Dapat dan Paling Kocak)
Berhubung sebelumnya harus bersiap siaga untuk ngakak, maka saya umpetin dulu hehehe, jika sudah siap silahkan klik tombol dibawah ini :
sumber : Kaskus
____________
Indeed for some doctors who do not understand as a doctor in Ruwais earlier, will assume that the scrapings dangerous because it hurt the body. But, look what the majority of Indonesian people, especially from ethnic Javanese when their fever; took a quarter of five hundred / one hundred silver and coconut oil and balm and asked dikeroki. I myself would often ask if scrape is not feeling well. Thus, scrapings can be considered as therapy-rooted and entrenched.
No comments:
Post a Comment