Pernah nonton Uya Emang Kuya yang tayang di SCTV? Bagi saya, nonton acara yang berhasil meraih Panasonic Gobel Award tahun ini kategori program Reality Show terfavorit ini selalu menarik karena secara tidak langsung menyajikan realita di sekitar kita, terutama realita kota megapolitan Jakarta. Menjadi sangat menarik bagi saya karena saya memang suka mengamati reaksi spontan orang-orang dan mempelajarinya (wah .. sok illmiah ya) dan karena saya kini tengah membesarkan 3 orang buah hati saya yang tumbuh di tengah iklim sosial (baik nyata maupun virtual) yang perkembangannya makin menakjubkan sekaligus mengerikan ini.
Realita pertama. Tayangan Uya Emang Kuya yang baru saya tonton mengetengahkan kesediaan sepasang pemuda-pemudi yang bersedia dihipnotis. Maharani dan Diki. Kisah nyata dan pikiran serta perasaan bawah sadar mengalir dari mulut mereka bak air yang mengalir. Maharani adalah gadis desa super lugu dari kabupaten Bandung. Berteman di facebook dengan Diki, seorang pemuda sederhana - karyawan restoran yang berusia 21 tahun, tinggal di Jakarta. Suatu ketika, Maharani yang tengah putus cinta, ditinggal kawin sang kekasih curhat dengan Diki. Diki menanggapinya santai, “Ke Jakarta aja, nanti aku cariin kerjaan daripada sumpek di kampung”. Tak dinyana, Maharani pada suatu pagi menelepon Diki, “Aa ... saya udah di terminal kampung rambutan!”, rupanya tanggapan Diki itu ditanggapinya dengan sangat serius. Berbekal biaya yang diperoleh dari hasil menjual dua ekor kambing emak di kampung, secepat kilat ia menuju Jakarta, kota impian para pencari kerja. Maharani ini super lugu, suatu ketika ia berboncengan dengan Diki hingga mereka kena tilang karena melanggar peraturan lalu-lintas. Seperti kebiasaan masyarakat kita, Diki menyodorkan sejumlah uang pada oknum petugas polantas agar mereka bisa lolos dari jerat hukum. Bukannya memahami hal itu sebagai usaha suap, Maharani berkomentar begini, “Mana ada coba orang sebaik Aa Diki, diberhentikan di jalan sama orang terus orang itu dikasih uang. Baik banget ‘kan?”.
Beruntung Diki pemuda yang baik, ia bertanggung jawab mencoba mencarikan Maharani pekerjaan. Hingga 3 bulan Maharani ngekos di Jakarta, nasib baik belum menghampiri. Uang simpanan kian menipis. Sementara benih-benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Sekali lagi, Maharani beruntung bertemu pemuda yang baik. Diki masih mengusahakan pekerjaan baginya dan berharap ia tak terjerumus pergaulan tak sehat di megapolitan Jakarta.
Realita Kedua. Salah satu hasil berselancar di dunia virtual – internet, saya menemukan banyak sekali iklan khusus dewasa yang sangat berbahaya jika dikonsumsi orang dewasa tak bermoral. Mari simak bunyi iklannya:
S***** adalah obat perangsang tradisional atau obat perangsang herbal yang dikemas dan diproduksi secara tradisional yang memiliki hasiat sangat bagus untuk membangkitkan gairah setiap wanita yang mengalami kurang gairah dalam hubungan intim. Obat perangsang, ramuan ini sangat aman digunakan oleh tubuh karena terbuat dari bahan- bahan herbal tradisional indonesia yang sangat terjaga keamananya dan khasiatnya, berbentuk cair warna bening seperti air, tanpa rasa dan bau bisa dicampurkan kedalam semua jenis minuman dan makanan karena akan larut dalam semua jenis makanan dan minuman, 15 menit setelah minum maka langsung reaksi dan tahan hingga 2 jam, bisa dicampurkan kedalam minuman asalkan jangan dingin.
Harga 50.000 (Kemasan 20ml bisa dipakai 3x)
Harga obat perangsang cair ini sangat terjangkau sekali pas bagi anda yang sekedar coba- coba atau memiliki uang pas, dijamin cewek yanga Anda tuju akan klepek- klepek dibuatnya. Cara penggunaan 10 tetes ramuan kedalam 1 gelas minuman lalu aduk hingga merata obatnya, tunggu kira2 3 menit lalu berikan pada cewek yang anda tuju, biarkan dia minum dan obatnya akan bekerja setelah waktu 15 menit.
Mengerikan! Dengan harga semurah itu, mudah pula didapatkan. Tanpa benteng moral. Berapa banyak orang bisa jadi korban? Bukan hanya yang berbentuk cairan, ada pula yang bubuk dan permen karet! Sudah begitu, bahasa iklannya pun menggiring orang untuk berpikir yang tidak-tidak. Na’udzu billah min dzalik.
Realita pertama yang saya ceritakan di atas adalah realita yang beruntung, beberapa kali berita di TV memuat gadis-gadis belasan tahun korban FB yang diculik orang-orang tak bertanggung jawab. Ada yang berujung dengan pernikahan bawah tangan. Beruntung Maharani tidak bertemu dengan orang yang bermain tanpa moral dalam realita kedua. Sungguh mengerikan jika itu yang terjadi ...
Ya Allah ... ridhailah iman Islam menyala dalam dada kami. Lindungilah Kami dan anak-anak Kami dari kejahatan dunia ini. Baik dunia nyata maupun dunia virtual ...
Makassar, 26 Maret 2011
No comments:
Post a Comment