Pernah terlibat, atau mendengarkan percakapan yang serupa di bawah ini ... ?
Ibu A: “Saya sakit kepala, Bu”, tadi saya baru tidur jam 1 dini hari”. Ibu B: “Ibu masih mending, saya tadi jam 3 baru bisa baring itu pun tidak bisa tidur sampai subuh”. Ibu A: “Anak saya rewel, ia lagi tidek enak badan, saya harus menggendongnya terus semalaman”. Ibu B: “Alah, itu tidak seberapa, Ibu masih bisa tidur. Kalau saya, tidak bisa sama sekali!”
Atau:
Ibu C: “Aduh, saya tidak bisa lama menunduk, kepala saya pasti pusing”. Ibu D: “Sama, saya juga begitu, kalau lama menunduk, kepala saya pusing”. Ibu C: “Tapi Kamu kan masih muda, saya sudah tua. Saya ini tidak bisa terlalu capek, kalau sudah capek mata berkunang-kunang juga”.
Ibu C: “Aduh, saya tidak bisa lama menunduk, kepala saya pasti pusing”. Ibu D: “Sama, saya juga begitu, kalau lama menunduk, kepala saya pusing”. Ibu C: “Tapi Kamu kan masih muda, saya sudah tua. Saya ini tidak bisa terlalu capek, kalau sudah capek mata berkunang-kunang juga”.
Atau:
Ibu E: “Kemarin badan saya gatal-gatal. Kepala sakit, kaki juga sakit, sulit sekali dipakai berjalan!”. Ibu F: “Saya juga sedang tidak enak badan, rasanya koq menggigil, juga ngilu-ngilu”. Ibu G: “Kalian masih mending, baru-baru saja ini sakitnya, saya ini kasihan, sudah dua puluh tahun menderita, kalau sembuh hanya sebentar lalu sakit lagi”. Ibu E: “Wah Ibu, Kita kan sama-sama sakit”. Ibu G: “Ah, Kalian itu tidak seberapa, Saya ini menderita sekali”.
Saya sering mendengar pembicaraan seperti ini di antara perempuan. Perempuan adalah makhluk yang sangat senang berbagi perasaan dengan sesamanya. Mungkin perasaannya jadi lebih ringan setelah bercerita dan ditanggapi oleh lawan bicaranya. Walau terkadang mencari pemecahan masalah, tujuan utamanya biasanya bukanlah untuk mencari solusi, tetapi hanya mencari pendengar yang setia dan seiya sekata dengannya. Sebenarnya wajar-wajar saja. Manusiawi. Tetapi menjadi tidak wajar jika ujung-ujungnya seolah menjadi pertandingan siapa yang menderita paling hebat. Aneh sekali mendengar, di akhir percakapan tersebut ada salah seorang dari mereka yang merasa hebat karena menjadi orang paling menderita sedunia. Atau kemudian yang lainnya merasa ‘tidak rela’ karena merasa ia-lah ‘penderita terhebat yang sebenarnya’.
Padahal Allah berfirman: “ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah: 155). Ada kata yang dicetaktebal di atas: “sedikit”. Hanya ‘sedikit’ lho, Allah yang mengatakan, dan kita bisa jatuhnya mengeluh dengan cara aneh seperti di atas (dengan merasa menjadi orang yang menderita paling hebat) ? Tidak wajar ‘kan?
Lalu pada QS. Al-Baqarah: 286, Allah berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya ...”. Sungguh, Allah itu Mahapemurah dan Mahapenyayang. Mudah-mudahan kita bukan termasuk orang-orang yanng merasa hebat dengan penderitaan kita, karena sebenarnya itu bukanlah suatu kehebatan, tetapi suatu kewajaran karena kita pasti sanggup melaluinya. Karena Allah sudah mengukur kesanggupan kita terkait dengan penderitaan yang kita terima.
Dalam suatu hadits, dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka diberikan cobaan kepadanya” (HR. Bukhari). Dan pada hadits lain: Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW., ia bersabda: “Seorang muslim yang tertimpa kecelakaan, kemelaratan, kegundahan, kesedihan, kesakitan, maupun kedukacitaan, sampai yang tertusuk duri pun niscaya Allah akan mengampuni dosanya sesuai apa yang menimpanya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Masya Allah .. sungguh, Islam itu indah. Bahkan melalui kecelakaan, kemelaratan, kegundahan, kesedihan, kesakitan, maupun kedukacitaan, sampai yang tertusuk duri, kita dapat beroleh berkah, dosa kita diampuni Allah SWT. Syaratnya hanya satu: sabar (pada hari pertama). Sabar, yang sama sekali tanpa keluhan apalagi omelan. Subhanallah ... Mudah-mudahan kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang suka mengomel juga mengeluh jika Allah menakdirkan kita 'mengerjakan' soal ujian dari-Nya.
Makassar, 6 Mei 2011
No comments:
Post a Comment