Kamis, 26 Mei 2011.
Sore, setelah ‘urusan sore-sore’ beres. Saya berboncengan dengan suami ke rumah sakit Wahidin, menjenguk ipar dan mertua yang masih dirawat di sana. Kali ini ada tambahan anggota keluarga baru, Ahmad, anak dari ipar saya itu juga dirawat di Lontara, di RS Wahidin.
Beberapa lama di sana, pukul 18 lebih sedikit, kami meninggalkan Tamalanrea, menuju rumah.
Ternyata kami disambut oleh rentetan kendaraan yang berbaris sangat panjang, padat-merayap. Mulai dari sekitar kampus UNHAS, sampai jl. Abdullah Dg. Sirua. Jarum jam sudah bergerak menuju pukul 19 ketika kami berada di sekitar PDAM. Untungnya ada rumah kerabat di Jl. Saripah 2, dekat gedung Fajar. Kami pun singgah shalat maghrib di situ, disuguhi teh, ngobrol sebentar, lalu melanjutkan perjalanan.
Kami singgah di warung sari laut, membeli pesanan ibu saya. Jarum jam bergerak terus. Kami baru sampai di rumah kurang lebih pukul 20.
Saya ingat, waktu masih kuliah dulu (1992 – 1997), perjalanan dari rumah ke Tamalanrea paling lama memakan waktu 30 menit. Rata-ratanya sekitar 15 – 20 menit. Sekarang ini bisa makan waktu 1,5 jam! Wow ... sungguh, ini ‘bau’ kota metropolitan ....
Jl. Perintis Kemerdekaan – Jl. Abdullah Dg. Sirua (atau dari Jl. Perintis kemerdekaan - Jl. Urip Sumoharjo) adalah jalan-jalan yang harus saya lewati untuk pulang ke rumah. Jalan ini dilalui pula oleh sebagian besar masyarakat yang hendak ke arah kota. Dari tahun ke tahun jalan-jalan ini makin padat saja oleh kendaraan. Kapan ya solusi untuk masalah kemacetan ini terlaksana?
Makassar, 27 Mei 2011
No comments:
Post a Comment