Alhamdulillah, setelah menunggu selama 5 tahun sejak kelahiran Affiq anak pertama kami, Athifah Linnia Solihin hadir di tengah keluarga pada tanggal 24 September 2006 bertepatan dengan 1 Ramadhan. Berhubung ini pengalaman kedua, saya dan suami tidak setegang waktu pengalaman pertama dahulu. Kami sudah punya ‘patron’ dalam mendidik dan mengasuh anak yang akan kami terapkan pada Athifah mulai dari cara-cara merawatnya, asupan gizinya, peran saya dan suami sebagai orangtua dalam menstimulasi segala aspek kecerdasannya, hingga visi dan misi kami dalam pendidikannya.
Diri saya menyimpan harapan , anak-anak saya menjadi anggota tim yang tangguh bersama saya dan suami untuk bersinergi dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Dalam sinergi itu kualitas diri kami masing-masing seharusnya semakin baik dari hari ke hari sehingga segala urusan dunia dan akhirat diridhai Allah SWT.
, saya rajin mencari tahu melalui media cetak,elektronik, internet, dan pengamatan langsung tentang bagaimana membangun keluarga berkualitas, demikian pula suami saya.
Pengetahuan mengenai ASI (air susu ibu) adalah salah satu di antara sekian ‘ilmu’ yang saya peroleh. Pertumbuhan otak seorang anak mencapai 70% dari otak dewasa sejak dalam kandungan hingga usia 1 tahun dan mencapai 90% dari ukuran otak orang dewasa pada usia 3 tahun. Dalam periode tentu saja dibutuhkan stimulasi yang maksimal. Sejak hamil saya berusaha memberikan yang terbaik dalam hal asupan gizi di antaranya melalui susu yang saya minum begitu pun setelah melahirkan , saya berusaha terus menyusui sambil memperhatikan asupan gizi, termasuk susu yang saya konsumsi.
ASI mengandung nutrien-nutiren khusus dalam komposisi ideal yang sangat berguna bagi pertumbuhan otak bayi manusia. Nutrien-nutrien khusus ini sedikit sekali atau malah tidak terkandung dalam susu sapi , di antaranya:taurin (zat putih telur – hanya terdapat di ASI, juga berguna untuk pertumbuhan susunan saraf dan retina), laktosa (zat hidrat arang utama dari ASI, hanya sedikit terdapat dalam susu sapi), dan asam lemak ikatan panjang (DHA, AA,omega-3, omega 6, merupakan asam lemak utama ASI yang hanya sedikit terdapat dalam susu sapi). Hasil penelitian Dr. Lucas (1993) terhadap 300 bayi prematur menunjukkan bahwa bayi prematur yang hanya diberi ASI eksklusif mempunyai IQ lebih tinggi 8,3 poin dibanding bayi prematur yang tidak diberi ASI. Pada penelitian Dr. Riva (1997) ditemukan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif,ketika berusia 9,5 tahun mempunyai tingkat IQ 12,9 poin lebih tinggi dibanding anak yang ketika bayi tidak diberi ASI eksklusif[1]. Itu hanya sekelumit dari manfaat/kelebihan pemberian ASI pada bayi. Karena itu, seperti yang dahulu saya lakukan pada Affiq, saya berniat dan berusaha untuk memberikan ASI kepada Athifah sampai usianya 2 tahun.
Allah yang Mahapemurah mempermudah proses kelahiran Athifah. Athifah lahir secara normal hampir 3 jam setelah kedatangan saya di rumah bersalin. Sesaat setelah itu niat baik saya untuk menyusui mendapatkan cobaan. Bidan yang menolong persalinan saya mencoba mempengaruhi saya untuk memberikan susu formula pada putri mungil kami. Hal ini dilakukan semata-mata karena pihak rumah bersalin sudah terlanjur membuka kemasan susu formula tanpa persetujuan kami. Bidan itu berkata, “Ibu, biasanya pada hari-hari pertama bayi yang kurang menyusu akan berwarna kuning. Ibu yakin tidak akan memberikan susu formula? Lebih baik bayi Ibu diberi susu formula supaya ia tidak kuning!”. Saya menjawab, “Tidak Sus, anak pertama saya dulu diberi ASI, dan saya akan berusaha menyusui bayi saya ini”. Bidan tersebut bukannya menyerah, ia malah masih mencoba berargumen supaya saya menerima usulannya namun saya dan suami (ia mendampingi saya selama proses persalinan) tidak goyah, kami tetap yakin keputusan menyusui buah hati kami adalah keputusan yang paling tepat.
Di antara rasa bahagia setelah melahirkan , terselip sedikit rasa miris di hati saya. Betapa tidak, sungguh ironis, orang yang seharusnya membimbing para ibu yang baru melahirkan untuk memberikan bayi mereka ASI yang tentu saja the best new born baby’s feed in the world malah menyuruh saya memberikan bayi saya makanan ‘kelas dua’ di saat saya masih sulit berpikir sehat karena baru melahirkan! Syukurnya saya sudah mendapat pengetahuan memadai dan sudah punya pengalaman tentang ASI. Jadi saya bisa ‘memperjuangkan’ hak bayi saya untuk mendapatkan kolostrum yang mengandung antibodi dan antibiotika alamiah terbaik di awal hari-harinya di dunia ini.
Athifah sudah menyusui dengan lahap saat saya masih di ruang bersalin. Di hari pertamanya di alam fana ini ia sudah pandai mengisap puting payudara saya. Benar pernyataan yang pernah saya baca bahwa refleks mengisap bayi baru lahir paling bagus dalam jangka waktu satu jam setelah kelahirannya. Ia akan mudah menyusui jika sesegera mungkin setelah kelahirannya mulutnya ditempelkan pada puting ibunya. Ini terbukti pada Athifah. Syukur pada Allah,selama di rumah bersalin ia mendapatkan kolostrum-nya secara maksimal.
Niat tulus saya untuk terus menyusui Athifah pada hari-hari berikut setelah kepulangan kami dari rumah bersalin bukannya tanpa cobaan. Beberapa kali saya mengalami bengkak pada payudara , dan satu kali demam. Serta hari-hari yang melelahkan dalam proses menyusui, hal ini karena saya harus sering bangun tengah malam untuk menyusui dan ada sedikit masalah dengan ukuran puting saya yang masih terlampau besar untuk mulut bayi semungil Athifah. Tak jarang kami berdua menangis karena ia kesulitan mengisap puting saya. Namun Allah memang Mahapemurah danMahapenyayang , Ia pasti menciptakan segala sesuatu-Nya pada ‘ukuran’ yang tepat. Saya yakin, walaupun Athifah kesulitan mengisap puting namun karena ia darah daging saya, ia pasti bisa saya susui. Allah tidak mungkin salah dalam hal ini. Alhamdulillah , Ia mengabulkan do’a saya.
Kini Athifah sudah berusia 9 bulan. Saya berharap Allah tetap memberi saya jalan untuk terus menyusuinya. Pada kenyataannya ada nikmat-nikmat lain yang saya rasakan dalam proses menyusui yaitu mengalirnya perasaan bermakna telah menjadi seorang ibu yang diberi kemampuan untuk menyusui , mengalami indahnya rasa yang menjalari hati kala menatap kedalaman beningnya mata Athifah saat ia begitu lahap menikmati air susu saya, dan saya merasa semakin mengenali serta memahaminya dari waktu ke waktu.
Ya Allah , izinkan saya untuk terus menyusui Athifah, saya tak rela menukar nikmat-nikmat menyusui yang Engkau berikan ini dengan yang lain.
Untuk itu mula-mula saya sadar sekali akan posisi saya sebagai guru pertama bagi anak-anak. Sejak sebelum Affiq lahir
Diri saya menyimpan harapan , anak-anak saya menjadi anggota tim yang tangguh bersama saya dan suami untuk bersinergi dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Dalam sinergi itu kualitas diri kami masing-masing seharusnya semakin baik dari hari ke hari sehingga segala urusan dunia dan akhirat diridhai Allah SWT.
, saya rajin mencari tahu melalui media cetak,elektronik, internet, dan pengamatan langsung tentang bagaimana membangun keluarga berkualitas, demikian pula suami saya.
Pengetahuan mengenai ASI (air susu ibu) adalah salah satu di antara sekian ‘ilmu’ yang saya peroleh. Pertumbuhan otak seorang anak mencapai 70% dari otak dewasa sejak dalam kandungan hingga usia 1 tahun dan mencapai 90% dari ukuran otak orang dewasa pada usia 3 tahun. Dalam periode tentu saja dibutuhkan stimulasi yang maksimal. Sejak hamil saya berusaha memberikan yang terbaik dalam hal asupan gizi di antaranya melalui susu yang saya minum begitu pun setelah melahirkan , saya berusaha terus menyusui sambil memperhatikan asupan gizi, termasuk susu yang saya konsumsi.
ASI mengandung nutrien-nutiren khusus dalam komposisi ideal yang sangat berguna bagi pertumbuhan otak bayi manusia. Nutrien-nutrien khusus ini sedikit sekali atau malah tidak terkandung dalam susu sapi , di antaranya:taurin (zat putih telur – hanya terdapat di ASI, juga berguna untuk pertumbuhan susunan saraf dan retina), laktosa (zat hidrat arang utama dari ASI, hanya sedikit terdapat dalam susu sapi), dan asam lemak ikatan panjang (DHA, AA,omega-3, omega 6, merupakan asam lemak utama ASI yang hanya sedikit terdapat dalam susu sapi). Hasil penelitian Dr. Lucas (1993) terhadap 300 bayi prematur menunjukkan bahwa bayi prematur yang hanya diberi ASI eksklusif mempunyai IQ lebih tinggi 8,3 poin dibanding bayi prematur yang tidak diberi ASI. Pada penelitian Dr. Riva (1997) ditemukan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif,ketika berusia 9,5 tahun mempunyai tingkat IQ 12,9 poin lebih tinggi dibanding anak yang ketika bayi tidak diberi ASI eksklusif[1]. Itu hanya sekelumit dari manfaat/kelebihan pemberian ASI pada bayi. Karena itu, seperti yang dahulu saya lakukan pada Affiq, saya berniat dan berusaha untuk memberikan ASI kepada Athifah sampai usianya 2 tahun.
Allah yang Mahapemurah mempermudah proses kelahiran Athifah. Athifah lahir secara normal hampir 3 jam setelah kedatangan saya di rumah bersalin. Sesaat setelah itu niat baik saya untuk menyusui mendapatkan cobaan. Bidan yang menolong persalinan saya mencoba mempengaruhi saya untuk memberikan susu formula pada putri mungil kami. Hal ini dilakukan semata-mata karena pihak rumah bersalin sudah terlanjur membuka kemasan susu formula tanpa persetujuan kami. Bidan itu berkata, “Ibu, biasanya pada hari-hari pertama bayi yang kurang menyusu akan berwarna kuning. Ibu yakin tidak akan memberikan susu formula? Lebih baik bayi Ibu diberi susu formula supaya ia tidak kuning!”. Saya menjawab, “Tidak Sus, anak pertama saya dulu diberi ASI, dan saya akan berusaha menyusui bayi saya ini”. Bidan tersebut bukannya menyerah, ia malah masih mencoba berargumen supaya saya menerima usulannya namun saya dan suami (ia mendampingi saya selama proses persalinan) tidak goyah, kami tetap yakin keputusan menyusui buah hati kami adalah keputusan yang paling tepat.
Di antara rasa bahagia setelah melahirkan , terselip sedikit rasa miris di hati saya. Betapa tidak, sungguh ironis, orang yang seharusnya membimbing para ibu yang baru melahirkan untuk memberikan bayi mereka ASI yang tentu saja the best new born baby’s feed in the world malah menyuruh saya memberikan bayi saya makanan ‘kelas dua’ di saat saya masih sulit berpikir sehat karena baru melahirkan! Syukurnya saya sudah mendapat pengetahuan memadai dan sudah punya pengalaman tentang ASI. Jadi saya bisa ‘memperjuangkan’ hak bayi saya untuk mendapatkan kolostrum yang mengandung antibodi dan antibiotika alamiah terbaik di awal hari-harinya di dunia ini.
Athifah sudah menyusui dengan lahap saat saya masih di ruang bersalin. Di hari pertamanya di alam fana ini ia sudah pandai mengisap puting payudara saya. Benar pernyataan yang pernah saya baca bahwa refleks mengisap bayi baru lahir paling bagus dalam jangka waktu satu jam setelah kelahirannya. Ia akan mudah menyusui jika sesegera mungkin setelah kelahirannya mulutnya ditempelkan pada puting ibunya. Ini terbukti pada Athifah. Syukur pada Allah,selama di rumah bersalin ia mendapatkan kolostrum-nya secara maksimal.
Niat tulus saya untuk terus menyusui Athifah pada hari-hari berikut setelah kepulangan kami dari rumah bersalin bukannya tanpa cobaan. Beberapa kali saya mengalami bengkak pada payudara , dan satu kali demam. Serta hari-hari yang melelahkan dalam proses menyusui, hal ini karena saya harus sering bangun tengah malam untuk menyusui dan ada sedikit masalah dengan ukuran puting saya yang masih terlampau besar untuk mulut bayi semungil Athifah. Tak jarang kami berdua menangis karena ia kesulitan mengisap puting saya. Namun Allah memang Mahapemurah dan
Kini Athifah sudah berusia 9 bulan. Saya berharap Allah tetap memberi saya jalan untuk terus menyusuinya. Pada kenyataannya ada nikmat-nikmat lain yang saya rasakan dalam proses menyusui yaitu mengalirnya perasaan bermakna telah menjadi seorang ibu yang diberi kemampuan untuk menyusui , mengalami indahnya rasa yang menjalari hati kala menatap kedalaman beningnya mata Athifah saat ia begitu lahap menikmati air susu saya, dan saya merasa semakin mengenali serta memahaminya dari waktu ke waktu.
Ya Allah , izinkan saya untuk terus menyusui Athifah, saya tak rela menukar nikmat-nikmat menyusui yang Engkau berikan ini dengan yang lain.
Untuk itu mula-mula saya sadar sekali akan posisi saya sebagai guru pertama bagi anak-anak. Sejak sebelum Affiq lahir
Makassar, 4 Juli 2007
No comments:
Post a Comment