Kenapa ya, anak-anak balita senang sekali mengumpulkan mainan kecil-kecil aneka macam dalam satu wadah semisal keranjang atau kantung plastik? Mainan kecil-kecil itu sebenarnya beberapa macam mainan yang masing-masing memiliki komponen tersendiri, seperti mainan masak-masakan, balok-balok plastik, balok-balok kayu , puzzle kayu, puzzle karton, mainan huruf-huruf beraneka bahan, boneka, kartu-kartu, dan lain-lain. Awalnya mainan itu terklasifikasi letaknya, masing-masing komponen berada di habitatnya sendiri. Setiap bermain, mainan-mainan itu bercampur satu sama lain. Berapa kali pun disortir kembali, akan tetap bercampur. Melelahkan juga ‘kan kalau harus mengurusi pengaturan ini sementara Athifah belum bisa menyortir sendiri mainan yang lebih dari 10 jenis ini.Athifah senang sekali mengumpulkan mainan kecil-kecil aneka macam itu dalam satu wadah. Begitu pun jika ia bermain bersama teman atau kerabat kecilnya, mereka senang sekali mengumpulkan benda-benda kecil dalam suatu wadah, lalu membawanya ke sana ke mari, dari satu ruangan ke ruangan lain di dalam rumah. Dalam sehari bisa berkali-kali saya harus membereskan kekacauan yang timbul dari permainan ini. Sering kali saya berusaha membuatnya merapikan sendiri mainannya. Terkadang berhasil, terkadang gagal. Sesekali saya ancam dengan membuangnya di tempat sampah. Sekedar mengancam, tetapi sesekali memang saya buang betulan karena kelelahan merapikannya setiap waktu.
Malam ini, seperti biasa, ia melakukan itu. Kali ini ia membawa sekeranjang berisi aneka mainan berukuran kecil ke dalam kamar tidur kami dan meletakkannya di dekat pintu. Tak sengaja suami saya menyenggol keranjang ini. Berhamburanlah isinya ke mana-mana. Kami tertawa bersama. Selintas, pikiran saya mengatakan, “Konyol nih si papa, masa sih bisa disenggol?” Hanya berselang dua menit kemudian, saat papa belum selesai memunguti benda-benda kecil itu, saya melintas di dekat keranjang itu. Lalu, “Praak, prek, prok ...” mainan-mainan berukuran kecil yang belum semuanya berada kembali ke dalam keranjang itu berhamburan di lantai. Rupanya kaki saya tersenggol keranjang itu. Perasaan, saya sudah mengukur jarak langkah saya dengan keranjang itu, koq masih tersenggol juga? Pfuuh ... Sekarang saya yang konyol. Kami kembali tertawa bersama. Untung suami saya tidak mendengar bisikan hati saya tadi J.
Makassar, 16 Juli 2011
No comments:
Post a Comment