Thursday, November 10, 2011

Bahasa Indonesia, Antara Cinta dan ‘Sayang’

Sumber gambar:
http://inigis.com
Saya sangat cinta bahasa Indonesia.
            Mungkin ada di antara pembaca yang bertanya, “Apa buktinya?”
          Buktinya adalah, saya tak menguasai satu pun bahasa daerah kedua orangtua saya (Bugis dan Gorontalo). Saya pun tak menguasai bahasa Makassar padahal saya lahir, besar, dan tinggal di Makassar. Saya bahkan merasa punya ikatan hati dengan kota ini, tetapi saya tak menguasai bahasa daerahnya saking cintanya saya dengan bahasa Indonesia.  Saya hanya mengetahui sedikit-sedikit mengenai bahasa-bahasa daerah ini. Maksudnya, ‘sedikit-sedikit’ bengong jika mendengar orang bercakap dalam bahasa ini dengan sangat lancar dan panjang. Juga ‘sedikit-sedikit’ harus bertanya-tanya kepada yang ahli. J

            Program/jargon ‘berbahasa Indonesia yang baik dan benar’ pada era orde baru sungguh berhasil dalam hal ini. Banyak yang nasibnya sama dengan saya, tidak menguasai bahasa Makassar rmeski lahir dan besar di Makassar, bahkan orang-orang yang ayah-ibunya orang Makassar sekali pun. Tidak seperti di kota-kota besar lain, di Makassar kami menggunakan bahasa Indonesia dialek Makassar. Nah ini memperparah ketidakmampuan saya dalam berbahasa Makassar apalagi ayah dan ibu saya bukan berasal dari suku Makassar. So, satu-satunya pilihan adalah memakai dan mencintai bahasa Indonesia, harapan saya dalam cara baik dan benar.
            Sayangnya, bahasa Indonesia yang baik dan benar hanya diajarkan di sekolah-sekolah – SD, SMP, SMA, hingga semester pertama perguruan tinggi. Media massa kita tidak mampu menyajikan bahasa Indonesia dengan cara yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Contohnya, pemakaian kata ‘sangat’ dan ‘sekali’, seringkali digabung dalam satu frase seperti ‘sangat besar sekali’. Entah siapa yang memulai hal ini sedikitnya sudah enam tahun lebih pemakaian frase aneh itu membudaya di negara kita dan media membesar-besarkannya bahkan tetap menjaganya hingga banyak orang yang mengira itulah frase yang benar. 
           Contoh lain, masih banyak penulisan imbuhan/kata depan 'di' yang salah di media massa. Masih banyak yang tidak bisa membedakan pemakaian 'di' sebagai kata depan yang seharusnya ditulis terpisah dan 'di' sebagai awalan yang digunakan pada kata kerja pasif yang seharusnya ditulis bersambung dengan kata dasar. Sangat disayangkan, seharusnya media massa bisa menjadi tempat masyarakat Indonesia belajar berbahasa Indonesia yang baik dan benar setelah sekolah.
Beginilah materi pelajaran bahasa Indonesia kelas 5 SD
            Satu hal yang perlu dikaji lagi adalah: pelajaran bahasa Indonesia untuk SD sekarang ini sebagian besar mengarah kepada hafalan mengenai istilah (menyangkut definisi dan jenis-jenis) dalam sastra Indonesia. Tengoklah deretan kata kunci yang harus dipelajari kelas 5 SD pada semester ganjil yang bukan saja harus dipahami artinya, tetapi juga harus dihafalkan definisinya ini[i]:
Wawancara
Narasumber
Tanggapan
Harapan
Dialog
Lafal
Intonasi
Peran
Cerita
Kalimat majemuk setara
Kritik
Diskusi
Teks
Laporan
Tema
Amanat
Persoalan
Saran
Diksi
Percakapan
Puisi
Pantun
Syair
Mantra
Talibun
Karmina
Distikon
Terzina
Kuatren
Kuint
Sektet
Septima
Stanza
Soneta
Romansa
Elegi
Ode
Himne
Epigram
Satire
Karangan
Kerangka karangan
Nyaring
Percakapan
Surat
Drama
Penokohan
Membaca intensif
Meringkas
            Contoh soal yang diberikan pada buku pelajaran ini, seperti yang dituliskan pada halaman 40 adalah:
Sebutkan unsur-unsur puisi!
Sebutkan ciri-ciri soneta!
Apa yang dimaksud dengan karangan?
Apa yang dimaksud dengan karangan ilmiah?
Sebutkan ciri-ciri pantun!
            Wow, mengagumkan sekali kemampuan anak-anak kita setamat SD dengan pelajaran seperti ini kan? Mengagumkan tapi di sisi lain memprihatinkan karena mereka jadi tidak terbiasa menggunakan bahasa Indonesia untuk mengungkapkan pikiran dan isi hati. Ini karena pelajaran mereka didominasi oleh teori yang mau tidak mau menuntut mereka untuk menghafal. Ya, mereka harus menghafalnya supaya bisa menjawab soal dengan baik dan benar!
            Bandingkan dengan pelajaran bahasa anak SD di beberapa negara, seperti Inggris, Amerika, dan Jepang. Di negara-negara itu, pelajaran bahasa mereka menekankan pada mengasah kemampuan berbahasa mereka, bagaimana supaya mereka mampu mengungkapkan pikiran dan isi hati mereka. Anak-anak Indonesia yang karena suatu hal harus ikut orangtua mereka ke negara-negara ini, bisa mengikuti pelajaran bahasa di sekolah mereka. Yang kasihan kalau anak-anak dari negara lain jika bersekolah di sekolah umum di negara kita, mereka tidak mungkin bisa mengikuti mata pelajaran bahasa Indonesia dengan materi seperti yang dituliskan di atas. Oleh karenanya, sekolah internasional (international school) menjadi satu-satunya pilihan bagi mereka.
              Hmmm ... lega sudah menuliskan ini. Syukurnya ada ajang Gempita Bulan Bahasa, powered by Indosatjadi tulisan saya bisa juga dibaca oleh pemerhati bahasa tercinta ini J.
Makassar, 10 November 2011

Tulisan ini dibuat dalam rangka Gempita Bulan Bahasa, powered by Indosat, dari informasi yang didapat di: blog Dusun Kata



[i] Buku paket BSE (Buku Sekolah Elektronik) ‘Bahasa Indonesia’ untuk kelas 5 SD terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Tulisan lain yang terkait:

No comments:

Post a Comment