Tadi malam ada berita, anak usia 14 tahun mengemudikan mobil dan menabrak 15[i] orang di 5 lokasi berbeda di Makassar. Sampai tulisan ini dibuat saya belum tahu nasib semua korbannya, yang pasti banyak yang masuk rumah sakit dan belum ada – mudah-mudahan tidak ada, yang meninggal. Mengapa sampai 15 orang di lokasi-lokasi berbeda? Karena ia dari sebuah tempat, menabrak orang kemudian lari lalu menabrak lagi, lari lagi, menabrak lagi, lari lagi. Begitu hingga lima kali.
Saya jadi ingat cerita seorang sopir taksi mengenai anak perempuannya yang baru kelas 5 SD tetapi berbadan bongsor. Beberapa kali putrinya itu meminta izin supaya bisa mengendarai sepeda motor ayahnya tetapi tidak pernah diizinkan. Suatu siang saat ayahnya sedang tidur, ia mengambil diam-diam kunci motor ayahnya dan mengendarai sepeda motor itu. Namun malang, sampai di kanal ia tak bisa menguasai kendaraan itu sehingga membawanya terjun bebas, masuk ke dalam kanal. Peristiwa itu mendatangkan hikmah, anak itu jera membawa sepeda motor lagi.
***
Pengemudi truk pengangkut minuman sedang berbincang dengan pengemudi pick up |
Pintu truk yang penyok |
Sebuah truk pengangkut minuman yang sedang menurunkan muatannya di sebuah warung makan, parkir di pinggir jalan Rappocini. Sementara proses itu, sopir mobil membuka pintu bertepatan dengan itu sebuah mobil pick up yang sedang mengangkut sepeda motor melintas. Tak ayal lagi mobil pick up putih itu menabrak pintu mobil hingga pintu itu sedikit penyok dan tidak bisa ditutup rapat.
Hanya kecelakaan kecil, tetapi tetap saja berdampak secara ekonomi kepada pengemudi truk itu. Tentu saja ia harus bertanggung jawab kepada pihak perusahaan tempatnya bekerja. Begitu pun pada pengemudi pick up putih yang secara gentleman bersedia turun dari kendaraannya dan beritikad baik menyelesaikan permasalahan itu.
***
Seseorang bercerita kepada saya tentang pengalamannya mengurus SIM. Waktu ujian, ia hanya mampu menjawab dengan benar 20 dari total 30 soal. Hasilnya, ia tak lulus dan harus mengulangi ujian seminggu kemudian.
Seminggu kemudian ia kembali ke kantor polisi untuk mengikuti ujian. Alhamdulillah kali ini ia lulus. Namun ada ‘pemandangan’ aneh, beberapa orang yang tidak bisa menjawab soal dengan baik mendapatkan SIM-nya hari itu juga.
Saya bertanya, “Koq bisa tahu, mereka tidak lulus?”
Ia menjawab, “Hasil ujian dipampang di situ.”
Ooh, jadi sebenarnya langsung ketahuan siapa saja yang lulus ujian dan siapa saja yang tidak lulus ujian sesaat setelah ujian. Yang tidak lulus ujian seharusnya tidak berhak mendapatkan SIM. Mereka harus mengikuti ujian lagi seminggu kemudian. Tapi kenyataannya orang-orang itu mendapatkan SIM mereka hari itu juga. Aneh kan? Memang aneh tapi ini hal yang sudah biasa terjadi di Indonesia. Bukan rahasia lagi, sudah jamak pula di negeri ini anak-anak di bawah umur bisa memiliki SIM entah bagaimana caranya. Berharap saja mereka-merek itu mengetahui peraturan lalu-lintas sehingga tidak membahayakan para pemakai jalan lainnya.
***
Bagi saya, ini sebuah catatan yang harus ‘digarisbawahi plus dicetak tebal’. Hal yang harus diwaspadai suatu ketika saat anak-anak meminta membawa sendiri kendaraan. Adalah tugas orangtua untuk memberi pengertian, bersikap tegas dan betul-betul mengawasi anaknya. Selain itu orangtua tentunya harus mengambil sikap sebagai warga negara yang baik, dengan tidak berusaha melanggar aturan dengan cara membiarkan anak di bawah umur mendapatkan SIM sebelum waktunya.
Juga agar semakin berhati-hati lagi berlalu-lintas karena sekecil apapun kecelakaan itu, tetaplah menghasilkan dampak yang buruk. Sesuai dengan sebuah hukum fisika: AKSI = REAKSI.
Makassar, 29 Januari 2012
Dibaca juga yang berikut yah:
[i] Berita TV semalam menyebutkan anak SMP ini menabrak 15 orang. Ia membawa mobil tanpa sepengetahuan orangtuanya.
No comments:
Post a Comment