Waktu baru-baru nikah – waktu itu masih tinggal di Minas (Riau), saya dan suami berkesempatan menghadiri pernikahan teman kantor suami saya di Bandung. Secara tidak resmi, kantor mengutus suami saya. Kami menyambut dengan gembira, ini sekalian liburan pertama bagi kami. Beberapa teman kantornya khusus datang dari Minas, bersama-sama dengan kami menumpang pesawat kantor ke Jakarta. Dari Jakarta kami naik mobil ke Bandung.
Ribet sekali bagi saya ketika itu. Ini kali pertama kami bepergian berdua dan saya harus menyiapkan segala apa yang mau dibawa, untuk dua orang. Berhubung saya orangnya melankolis – dalam hal memperhatikan detil barang yang akan dibawa, maka bertambah ribetlah urusan ngepak barang ini.
Saya bila bepergian juga menyiapkan tetek-bengek kecil yang mungkin bagi sebagian orang tidak penting, seperti cotton buds, gunting kuku, buku catatan, pulpen, sendok, pembalut (kalau-kalau haid di perjalanan), kertas buat pembungkus pembalut bekas pakai (jangan heran ya, pembalutnya kan dibersihkan dulu, dibungkus, lalu dibuang), karet gelang, obeng ... eh yang ini tidak ding he he he, dan lain-lain sebagainya.
Maka jadilah kami berempat berangkat pada hari itu menuju Jakarta then Bandung.
Sumber: www.toonpool.com |
Sampai di Jakarta, kami mampir dulu di mal. Rencananya saya dan suami mau beli komputer. Tiba-tiba eng ing eng ....
Suami : Eh, ATM mana yah?
Saya : Hah .. coba periksa baik-baik!
Suami : Tidak ada
Lalu kami pun menelusuri di mana gerangan kartu ATM berada.
Tak ada. Memang tak ada saudara-saudara.
Suami : Buku bank bawa, tidak?
Saya : Tidak. Bukannya Kakak yang seharusnya bawa?
Suami : Tidak, Saya kira Kamu yang bawa.
Astaga, kami benar-benar tak bawa kartu ATM dan buku bank! Padahal mau beli komputer. Untung ada uang dibawa di tangan eh ... di kantong dan dompet. Kalau tidak ... apa kata dunia?
Saya pikir secara otomatis, urusan kartu ATM atau bukunya akan diurus oleh suami saya. Sementara suami saya berpikir saya yang mengurusnya, wong sekarang saya sudah jadi istrinya. Kartu ATM itu ketinggalan di meja. Entah bagaimana ceritanya, ia yang biasanya menghuni dompet suami saya keluar dari persemayamannya.
Sudahlah, urusan saling menyalahkan tidak perlu lagi di sini. Untung ada kawan yang bisa dipinjami dulu, balik ke Minas baru uangnya diganti. Beruntung kami masih membawa uang kontan dan teman. Jadi masih bisa nginap di penginapan murah-meriah di Bandung, dan di Jakarta masih bisa nginap di rumah teman, eh ... masih bisa pinjam sama teman juga. Coba kalau tak ada teman yang datang bersama kami. Bisa-bisa hari itu juga harus balik ke Minas.
Pesan saya kepada anda yang baru menikah dan hendak bepergian, berdasarkan kisah ini: jangan percaya istri/suami anda 100% dalam hal persiapan. Anda harus menyelidiki pasangan anda seberapa persiapan yang sudah ia siapkan. Lho? Maksudnya, komunikasikan baik-baik mengenai persiapan ini karena anda masih dalam tahap gamang – dari yang tadinya single menjadi double. Sepertinya urusannya sepele tetapi efeknya tidak sepele lho ...
Makassar, 30 Januari 2012
Tulisan ini diikutkan dalam Moleskine Giveaway, di blognya si Tukang Nyampah.
Dibaca juga yah:
No comments:
Post a Comment