Ibu H – wali kelas dua SMA yang berprofesi sebagai guru PMP pasti meninggalkan kisah unik dalam memori murid-muridnya. Rumahnya sangat dekat dengan sekolah, kira-kira hanya berpaut sepuluh meter. Setiap pagi kelompok anak yang bertugas membersihkan kelas harus mengambil peralatan kebersihan di rumahnya. Tak hanya menyapu, lantai kelas harus dipel setiap hari.
Yang paling unik dari guru ini adalah bentuk ulangan yang diadakannya. Selain memberikan ulangan secara tulisan, ia senang sekali memberikan ulangan secara lisan. Bukan hal yang mudah karena kami harus menghafal kata per kata dari bab yang diujikannya. Selain itu kami harus menonton Dunia Dalam Berita yang ditayangkan tiap hari pukul 22.00 – 22.30 WITA karena soal yang diberikannya bisa saja berkenaan dengan berita yang sedang hangat saat itu.
Kami harus pintar-pintar menebak kira-kira di soal bagian mana dari buku cetak yang akan kami dapatkan. Saat ulangan, ibu H memanggil lima orang anak untuk duduk di depan meja guru lalu menguji hafalan mereka. Jika pada setiap bab, urutan nama yang dipanggil sama, masih lebih mudah memperkirakan soal yang muncul. Tetapi ibu H tidak melakukan demikian. Jika pada bab 1 ia membuka buku absen dan memanggil nama mulai dari urutan 1 hingga urutan ke 55, maka pada bab 2 ia bisa saja memanggil mulai dari nomor urut 55, bergerak mundur sampai urutan 1. Atau bisa saja mulai dari tengah, dari urutan 28 hingga 55 kemudian balik ke nomor urut 1 menuju nomor urut 27. Menegangkan bukan?
Ulangan PMP menjadi begitu sulit bagi kami. Kalau ingin berhasil tanpa perlu menebak-nebak soal yang bakal kami dapatkan, kami harus menghafal kata per kata isi bab yang diujikan. Karena metodenya adalah, kami harus menyambung kalimat yang dibacakan oleh ibu H secara tepat, tidak boleh mirip-mirip apalagi meleset.
Sekadar contoh, misalnya saat menemukan kalimat ‘Pancasila adalah dasar negara yang sangat diagungkan oleh negara kita’, ibu H akan menyebutkan penggalan dari kalimat di atas yang harus dijawab dengan sangat presisi oleh siswa yang mendapatkan giliran. Bunyi soalnya bisa begini: “Pancasila adalah dasar negara yang sangat titik titik.” Soal ini harus dijawab dengan: “Diagungkan oleh negara kita,” jika ingin mendapat nilai sempurna. Jangan sampai menjawabnya dengan: “Dimuliakan oleh negara kita,” karena jawaban itu dianggap salah oleh ibu H. Soal itu bisa juga berbentuk demikian: “Apakah dasar yang sangat diagungkan oleh negara kita?” atau: “Pancasila adalah titik-titik yang sangat diagungkan oleh negara kita.
Soal yang berkaitan dengan berita yang sedang hangat pun tak jauh beda. Misalnya jika presiden Soeharto baru saja bertandang ke negara tetangga, siap-siap saja mendapatkan soal: “Kedatangan presiden Soeharto di negara tetangga di sambut dengan titik-titik.” Jawaban soal yang dimaksud harus persis sama dengan apa yang diucapkan oleh pembaca berita saat membacakan berita tersebut. Jika jawaban yang diberikan sama persis, misalnya ‘gegap gempita’ maka ibu H akan tersenyum puas karena siswanya telah belajar dengan baik. Jangan menjawabnya dengan ‘meriah’, karena akan mendapatkan mimik tidak senang darinya.
Bukan hanya isi berita yang harus diperhatikan, kami pun harus memperhatikan pakaian yang dikenakan oleh tokoh-tokoh penting dalam berita itu. Ibu H pernah mengeluarkan pertanyaan seperti ini: “Warna apakah sepatu yang dikenakan oleh Imelda Marcos pada acara tersebut?” Nah lho, terbayang kan betapa sulitnya pelajaran PMP ketika itu?
Tingkat kepopuleran siswa di mata ibu H terkadang berpengaruh. Sulitnya, tidak gampang mengetahui tingkat kepopuleran siswa yang dipahami olehnya. Pada siswa-siswa yang beruntung, ibu H bisa menunggunya dengan sabar memikirkan jawaban dari soal yang dilontarkannya. Ia bisa memberikan waktu bermenit-menit sampai siswa tersebut memberikan jawabannya. Ia malah bisa berbaik hati memberikan petunjuk yang mengarah kepada jawaban yang benar. Bagaimana dengan siswa-siswa yang tidak beruntung? Jatahnya hanyalah hitungan detik. Jika tak mampu menjawabnya dengan cepat maka ‘tongkat estafet’ soal dengan secepat kilat beralih kepada peserta di sebelahnya!
Makassar, 31 Desember 2011
Baca juga yang ini yah:
No comments:
Post a Comment