Monday, December 5, 2011

Terkesima Sekali Lagi

4 butir bakso gratis dibagi 2 untuk Athifah & Afyad
kakak Affiq tidak kebagian, kan sekolah :)

Saya selalu saja terkesima dengan kebaikan yang tulus.
           Sudah pernah tukang bakso yang mangkal dekat rumah ini membuat saya terkesima (kisah lengkapnya baca di sini). Kali ini ia membuat saya terkesima sekali lagi.
            Sewaktu lewat di depan tukang basok baik hati yang sedang menanti pembeli itu saya menegurnya, “Mas, Saya punya tusukan bakso yang tida dipakai di rumah. Mau, Mas?”
            “Iya,” angguknya dengan senyum yang senantiasa melekat di wajahnya.
            “Sebentar ya, Mas ,” janji saya.
            Ia tersenyum.
           Agak lama saya menunggui Athifah kali itu hingga saya berpikir sang tukang bakso mungkin sudah berlalu dari tempatnya mangkal.

            Saat saya melewati tempat itu, ia masih di sana, sedang berbincang akrab dengan seorang tetangga.
            Saya menyapanya lagi, “Tunggu ya Mas, Saya ambil dulu tusukannya.”
            Ia mengangguk, masih dengan tersenyum.
            Tak berapa lama saya sudah muncul di hadapannya, menyodorkan banyak tusukan bakso. Sang tukang bakso menerimanya dengan senyum khas yang tak lepas-lepas dari wajahnya. Kali ini diiringi dengan ucapan, “Tunggu sebentar ya, Mbak,” kepada Athifah. Lalu ia bergegas mengambil sebuah tusukan bakso dan menancapkan empat bulatan bakso di situ.
            Melihat gelagatnya saya berujar, “Wah, Mas mau ngasih gratis ya. Eh, tapi terlalu banyak itu, Mas.”
            “Tidak koq,” katanya.
            Dengan cepat ia memberikan bakso-bakso dalam sebuah tusukan kayu itu kepada Athifah. “Terimakasih ya, Mbak,” ucapnya. Bersamaan dengan itu saya pun berucap, “Terimakasih.”
            Athifah pulang ke rumah dengan wajah cerah ceria, secerah pagi yang sejuk itu.
          Saya jadi ingat kejadian bertahun silam saat masih kuliah. Saat itu saya memfotokopikan teman catatan kuliah. Karena kecewa dengan hasil foto kopi yang kotor sehingga membuat beberapa bagian jadi tak terbaca, saya meminta pemilik foto kopi yang ramah itu untuk menggantinya. Pemilik foto kopi itu menggantinya tetapi ia tetap mengharuskan saya membayar gantinya. Sambil ngedumel dalam hati, saya membayarnya tapi sejak detik itu saya berjanji tak akan kembali lagi ke tempat itu untuk foto kopi apapun sampai kapan pun.
            Ck ck ck ... untuk selembar kesalahannya ia menyuruh saya yang membayar. Sementara tukang bakso ini begitu tulus menghadiahi setusuk bakso kepada kami padahal tanpa ia beri pun tak mengapa. Subhanallah 

            “Allah, berkahilah rezeki tukang bakso yang baik hati itu,” saya membatin haru.

Makassar, 6 Desember 2011

Silakan dibaca juga:

No comments:

Post a Comment